Sesuatu Yang Tak Biasa
Berbagai permasalahan di Negeri ini memang
membuat kita prihatian, hal ini diperparah dengan berbagai perilaku pejabat
kita yang terkesan terlalu obsesi dan ambisius dengan jabatannya sehingga
ketika mereka menjabat bukan menyelesaikan permasalahan malah menambah masalah.
Perilaku tersebut terkadang membuat kita sebagai masyarakat skeptis atau bahkan
apatis terhadapat para pejabat di Negeri ini.
Ambisi mendapatkan kekuasaan ini sangat
terasa ketika musim politik seperti ini. Partai politik berlomba-lomba
mengajukan kadernya untuk mendapatkan jabatan, bahkan mereka rela mengeluarkan
beaya kampanye ratusan juta hingga milyaran rupiah. Saya tidak paham yang salah
sistemnya atau yang lain, tapi yang pasti seperti inilah sistem demokrasi yang
ada di Indonesia.
Substansi sebuah jabatan yang merupakan
amanah dan tanggung jawab seakan digadaikan dengan kata-kata manis dan
janji-janji yang diumbar menjelang Pemilihan Umum. Bahkan mereka tidak hanya
berusaha mendapatkan simpati dari para pemilih tetapi juga berusaha sekuat
tenaga bersaing bahkan menjatuhkan kompetitor lainnya yang juga sama-sama
menginginkan jabatan. Pada tahun ini kita bisa memantau melalui berbagai media
cetak maupun elektronik “cara” calon pejabat kita dalam berkompetisi. Kesimpulannya,
hampir semua pejabat atau partai politik merasa paling benar apa yang
disampaikannya bahkan mereka sampai lupa setiap individu memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, dalam acara Mata Najwa di Metro TV
ketika itu ada diskusi antara Tim pemenangan Capres Prabowo dan Jokowi, di
akhir sesi Host acara tersebut
memberikan pertanyaan tentang sisi positif dari saingannya. Jawaban para Tim
Sukses malah cenderung negative campaign
yang tetap berusaha menjelek-jelekkan Capres lainnya di depan public. Semangat berpolitik seperti ini
bahkan sudah tertular ke masing-masing simpatisan dengan membuka aib atau
bahkan menyebar fitnah entah melaui media cetak, elektronik, ataupun media social.
Tetapi, ada hal yang tak biasa yang saya
lihat ketika menonton siaran langsung debat Capres ke-2 di Metro TV, Minggu (15/6/2014). Debat yang mengupas visi misi Capres soal ekonomi ini pada awalnya
berjalan layaknya debat sebelumnya saling beradu argumen dan memaparkan program
yang akan dijalankan ketika nantinya terpilih sebagai Presiden RI. Ketika debat
memasuki segmen saling tanya antar capres, saat itu Jokowi menanyakan tentang
program Ekonomi Kreatif kepada Prabowo kemudian Prabowo secara singkat menjawab
pertanyaan tersebut kemudian Jokowi memaparkan program yang akan diusungnya
tentang Ekonomi Kreatif. Setelah itu ada hal menarik karena Prabowo tidak
mendebat argumen Jokowi atau memaparka argumentnya tentang Ekonomi Kreatif tetapi
malah menyetujui dan mendukung. Ia secara
lugas mengatakan, "Saudara
Joko Widodo tim penasihat saya bilang apapun nanti jangan pernah setuju apa
yang disampaikan Jokowi, itu nasihat, saya bukan politisi profesional, saya
tidak mau dengar penasihat, saya sejalan dengan Joko Widodo,". Tidak hanya itu Prabowo juga menghampiri
Jokowi ditengah-tengah debat untuk bersalaman dan cipika cipiki.
Menyaksikan pemandangan debat antar “pencari
kekuasaan” seperti ini bagi saya menjadi sesuatu yang tak biasa. Bagi saya
sikap Prabowo tersebut adalah bentuk saling menghargai dan apresiasi terhadap
sesuatu yang bernilai benar dan baik. Di sisi lain kompetisi politik di Negara
kita hal seperti ini merupakan atau dianggap sebuah hal yang fatal ketika
didepan khalayak menyatakan sepakat dengan pemikiran lawan politik apalagi
selevel pemilihan capres. Sebenarnya Prabowo bisa mengemukakan pandangan lain
tentang Ekonomi Kreatif tanpa harus menyetujui pemikiran lawan apalagi harus
memujinya. Sikap Prabowo saat debat tersebut bisa saja diartikan khalayak bahwa
Prabowo telah “menyerah” bersaing dengan Jokowi. Menurut pandangan saya Prabowo
sadar akan resiko tersebut dan lebih memilih memberikan apresiasi atas ide
Jokowi.
Ketika itu saya menyaksikan debat capres sendirian
di kamar sambil tiduran kemudian ketika perilaku Prabowo tersebut saya seketika
berdiri di depan TV dan bertepuk tangan tanda salut dan apresiasi untuk Prabowo
Subianto. Hehehe…
Para pembaca perlu menggaris bawahi,
disini saya bukan pendukung Prabowo ataupun Jokowi, karena saya belum
menentukan mana yang akan saya pilih. Saya menulis artikel ini lebih
dikarenakan saya ingin mengabadikan sesuatu yang tak biasa yang pernah saya
lihat. Sikap Prabowo semacam itu mampu menyairkan suasana debat sehingga lebih
bersahabat. Saya sadar bisa saja peristiwa tersebut diartikan sebagai strategi
Prabowo meraih simpati. Tetapi saya berusaha menangkap sesuatu yang positif
dari peristiwa tersebut. Harapan saya kekraban dan saling menghargai kedua
capres ini bisa tertular ke masing-masing tim sukses dan para simpatisan. Sehingga
akan tercipta suasana Pemilihan Umum yang kondusif, aman, dan damai.
Sekali lagi tulisan ini tidak bermaksud
menggiring opini untuk memilih Prabowo. Tetapi jika anda menjadikan pendapat
saya ini sebagai referensi ya silahkan. Pada dasarnya antara Prabowo dan Jokowi
memiliki kelebihan masing-masing. Semoga saja para pemimpin kita nantinya
memiliki jiwa Fair Play dan saling menghargai yang bisa kita jadikan contoh
yang baik.
Insya Allah…
Comments