Sahabat Kecilku... (Sabar Ya...)
Jum’at, 20 Desember 2013 menjadi
salah satu hari yang terasa menyedihkan. Ditengah kesibukan rutinitas pekerjaan
saya mendapat kabar guru sekolah saya sewaktu SD, Bp Toha meninggal dunia.
Kabar ini selain mengagetkan juga sangat memilukan khususnya bagi keluarga
besar Yayasan Darussalam termasuk saya sendiri karena baru tiga bulan yang lalu
istri almarhum lebih dulu meninggal dunia.
Saat prosesi pelepasan jenazah ke
tempat peristirahatan terakhir saya tidak bisa hadir karena ada tanggung jawab
pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan. Saya baru bisa ke rumah duku pada
malam harinya bersama orangtua saya. Saat dirumah duka saya disambut anak pertama almarhum. Cerita singkat sebelum almarhum meninggal
dunia, Bp Toha telah dirawat di RS Yarsis satu minggu sebelumnya karena
penyakit stroke yang memang sudah lama diderita. Setelah kurang lebih satu
minggu dirawat di RS Yarsis Surakarta almarhum “mendapat Khusnul Khatimah”(Amin..)
pada hari Kamis, 19 Desember 2013 sekitar pukul 19.00 WIB.
Bagi saya secara pribadi almarhum Bp
Toha dan istrinya Almarhumah Ibu Sakdiyah yang meninggal dunia dalam waktu yang
relatif singkat begitu tersa memilukan dan terasa menguras emosi saya begitu
mendapat kabar. Betapa tidak, selain beliau khususnya almarhumah Ibu Siti
Sakdiyah adalah guru saya serta sahabat Ibu saya sendiri beliau almarhum dan
almarhumah adalah orang tua dari sahabat kecil saya Dian Mufti Amin.
SD Islam Darussalam tempat dimana
saya menuntut ilmu jenjang Sekolah Dasar ini sudah menjadi seperti rumah saya
sendiri. Bahkan ibu saya juga menjadi guru saya sendiri. Tanpa mengucilkan
teman-teman saya lainnya di waktu SD secara emosi saya paling dekat dengan
salah satu teman saya yakni Dian, sejak kelas 1 sampai kelas 6 kami begitu
akrab. Kebetulan ibunya juga menjadi guru kami. Sehingga sangat terasa
kekeluargaan diantara kami. Bahkan menurut orangtua saya, keluarga saya dengan
keluarga sahabat kecil saya tersebut punya hubungan darah meskipun saya bingung
dari mana silsilahnya.
Setelah membaca pesan singkat dari
nomer tidak kenal yang memberitahukan bahwa Bp Toha meninggal dunia seketika
saya mengucap,”Innalillahi wainnailaihi raji’un” dan sesaat terpaku di dalam
mobil saat perjalanan dinas ke Boyolali. Begitu terasa seperti saya kehilangan
orangtua saya sendiri, saya merasakan betapa dalamnya kesedihan Dian sahabat
kecil saya harus menjadi anak yatim piatu hanya dalam waktu tiga bulan.
Pada malah harinya saat dalam
perjalanan saya ke rumah duka saya berpikir apa yang harus saya katakana untuk
sedikitnya menghibur/mengurangi kesedian sahabat kecil saya. Setelah sampai rumah
duka saya disambut oleh anak bungsu almarhum yang merupakan kakak sahabat kecil
saya. Di rumah duka ini saya hanya diam mendengarkan orang tua saya berbicara
dengan anak bungsu almarhum. Setelah kurang lebih 20 menit berbincang orangtua
saya menanyakan keberadaan Dian sahabat kecil saya. Kemudian kakaknya memanggil
dan Dian pun bergabung menyambut kami. Tampak ekspresi wajah Dian menggambarkan
kesedihan yang mendalam meskipun tetap menyapa kami dengan senyuman. Saat dia
menjulurkan tangan ke saya, saya hanya menyambut tangannya dan menepuk
pundaknya sambil saya mengatakan,”Sabar Ya..”.
Akhirnya Dian berbincang dengan
orangtua saya. Saya tetap diam dalam posisi duduk. Orangtua saya mencoba
membesarkan hatinya dengan memberi saran
agar selalu mendoakan kedua orang tuanya yang telah tiada tersebut. Di akhir
pembicaraan kami pun sempat sedikit bercanda ketika Dian Tanya kepada saya,”Lha endi kie undangane? Sido karo wong
Jayengan to?”. Saya pun menjawab,”Rasah
bahas kui sik, sing penting kwe dolan gonq sik. Pertanyaanmu tak jawab
ningomahq ya…”. Sontak orangtua saya dan Dian pun tertawa mendengar jawaban
saya, belum selesai mereka tertawa saya kembali menyahut,”mumpung durung ono undangan awakdewe iso dolan bareng, kan misale aku
wis nyebar undangan awakdewe raiso dolan bareng?”. Dian kembali tertawa
sambil menjawab,”InsyaAllah aq tak dolan
omahmu, soale mbiyen aku ningomah ngurusi bapak”. Setelah itu kami pamit
dan pulang.
Saya secara pribadi memang sangat
merasakan getirnya perasaan teman bermain saya di masa SD tersebut yang ditinggal ke dua orang tuanya
selama-lamanya dalam waktu yang sangat singkat. Walaupun kami sudah lama tidak
bertemu setelah lulus dsri SD Darussalam, saya merasa masih memiliki ikatan
batin. Karena memang Dian adalah teman SD saya yang paling dekat. Kami bermain
bersama di kelas maupun diluar kelas. Bahkan setelah jam sekolah selesai kami
berdua masih bermain guna mengisi waktu menunggu Ibu kami selesai mengajar.
Maut memang tidak ada yang bisa
menebak kapan datangnnya. Peristiwa ini memang sangat menyedihkan. Tetapi satu
hal yang saya lihat dari sosok sahabat saya sekarang adalah dia terlihat begitu
tegar.
Meskipun pertemuan kami ini terjadi
pada saat Dian berduka cita, saya berharap setelah ini persahabatan kami
kembali terjalin seperti dulu lagi, meskipun kami memiliki kesibukan
masing-masing.
Allah mempunyai banyak cara
memberikan umatNya cobaan, begitu pula Allah punya banyak jalan untuk
mempertemukan dua sahabat yang lama tak jumpa.
Melalui media saya ini pesan saya
untuk sahabat kecil saya,”CEPAT ATAU LAMBAT KITA PASTI KEHILANGAN ORANG YANG
KITA CINTAI, TETAPI KITA TIDAK AKAN KEHILANGAN SESUATU YANG MEMBUAT KITA CINTA”.
Saya merasakan apa yang dirasakan
sahabat saya dibalik senyumnya. Sangat berat ditinggal kedua orang tua dengan
begitu cepat apalagi masih memiliki adik yang masih butuh perhatian orang tua. Tapi
keluarga sahabat saya ini adalah keluarga sakinnah mawaddah warrahmah. Sehingga
saya yakin kedua orangtuanya telah memberi bekal yang sangat cukup untuk
mengarungi sisa kehidupan ini dan menjadi anak Solih Solihah.
Akhir kata selamat jalan Bu
Sakdiyah.. Selamat jalan Pak Toha…. Insya Allah kami akan meneruskan perjuangan
engkau di dunia ini dan Insya Allah kami akan menyusul engkau ke alam yang kekal
dan kita semua berkumpul di Surganya Allah. Amin…..
Comments