Sepakbola itu manusia vs manusia

"sejatinya, sepakbola selain soal tim manapun yang bertanding pemainnya adalah manusia. Warna kulit dan belahan bumi manapun berhak memainkan olahraga ini". Ini penggalan kalimat yang terucap tatkala saya mendapati pertanyaan,"Yok, pendapatmu apa Israel main di piala dunia u-20 di Indonesia?". Pertanyaan tersebut tak lepas dari dilematika pelaksanaan Piala Dunia U-20 yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Namun, penolakan terjadi dari berbagai pihak untuk melarang Israel tampil di Indonesia.

Begini....

Keinginan Indonesia untuk menyelenggarakan event Piala Dunia U-20 ini adalah inisiatif kita sendiri dan kompetisi olahraga level internasional bukanlah kali pertama kita selenggarakan. Banyak event sudah berlangsung di Republik ini. Ini adalah bagian dari cara Indonesia bersahabat dengan Negara luar sekaligus promosi Negara ini yang kaya akan potensi.

Balik ke sepakbola dulu.

Nyawa utama sepakbola adalah permainan untuk saling mengalahkan dan memiliki pesan khusus persahabatan untuk diwakilkan 22 orang yang bertanding di lapangan. Ya, semangatnya adalah persahabatan. Sampai sini kita akan berkesimpulan dan sepakat sepakbola itu indah, pun demikian olahraga yang lain juga spiritnya sama. Akan tetapi, beberapa kasus kita temukan dalam perhelatan sepakbola selalu ada pesan yang disisipkan yang kadang menuai kontroversi mengingat besarnya animo masyarakat pada olahraga ini khususnya sepakbola. Qatar misalkan, belum lama ini mereka menyelenggarakan Piala Dunia sesungguhnya (level senior). Mereka pun menyisipkan pesan budaya mereka, seperti budaya Islam, budaya timur tengah hingga budaya anti LGBT yang ramai menjadi perbincangan dan mendapatkan banyak penolakan. Contoh lain, transfer Ronaldo ke liga Arab Saudi, apakah transfer itu sekedar kebutuhan teknis tim?, Bisa jadi. Tapi poin lainnya adalah Liga Arab Saudi kini lebih mendunia dan banyak orang mencari tahu tentang Arab Saudi. Ini tentang nation interest atau cara dalam berhubungan internasional dengan kemasan olahraga.

Masalah ini memang pelik. Israel yang menjadi salah satu tim peserta Piala Dunia U-20 ini mau tidak mau harus kita terima. FIFA sebagai regulasi sepakbola tertinggi tentu tidak mau melihat sudut pandang lainnya bahwa konstitusi kita tidak mengakui Israel sebagai sebuah Negara, meskipun federasi sepakbola Asia pun pernah menolak Israel untuk bergabung sebelum akhirnya gabung ke federasi Eropa. Dalam kompetisi olahraga sebenarnya cerita Indonesia menolak Israel pernah terjadi ketika Indonesia memilih kena skors  IOC karena menolak kontingen Israel di Asian games IV yang dihelat di Jakarta. Cerita lain ketika 1958 pada kualifikasi Piala Dunia dimana Indonesia memiliki peluang lolos harus bertemu Timnas Israel, dan waktu itu Timnas Indonesia memilih mundur dari turnamen bergengsi tersebut. 


Sebenarnya kalau kita melihat sikap Negara kita dari sisi penjajahan yang dilakukan Israel kita semua akan sepakat kekejaman dan kebiadaban Israel menjajah Negeri Palestina tidak bisa dibenarkan. Diluar soal agama, rasa kemanusiaan sangat terusik atas kematian anak kecil, wanita dan rakyat Palestina yang tak berdosa yang masih terjadi sampai saat ini.

Melihat respon beberapa tokoh dan pejabat kita menolak kehadiran Timnas Israel dalam waktu yang sudah mendesak dengan perhelatan Piala Dunia U-20 ini membuktikan bahwa sepakbola adalah kendaraan politik sulit untuk dipisahkan. Jika kita lihat setahun kebelakang Israel boleh hadir di acara Inter Parlimentary Union (IPU) yang berlangsung di Bali. Lantas kenapa sekarang Gubernur Bali melarang?

Ok, kembali ke Piala Dunia U-20 yang nasibnya diujung tanduk dan akan sama-sama beresiko.

Apabila lanjut masyarakat akan banyak mengecam dan keselamatan tim Israel dipertaruhkan. Apabila tidak lanjut maka hukuman dari FIFA tinggal ditunggu mengingat pencalonan tuan rumah adalah inisiatif dari kita sendiri dan ini akan mematikan cita-cita para pemain Timnas U-20 kita.

Solusi paling mungkin adalah lihat kemanfaatan dari penyelenggaraan event ini yang persiapan sudah hampir 100% ini. Kita kembalikan fungsi sepakbola sebagai sebuah permainan dan persahabatan. Okelah bahwa konstitusi kita tidak mengakui Negara bernama Israel. Tapi bukankah sepakbola kita dibawah FIFA yang mengakui Timnas Israel sebagai salah satu anggotanya. Itu artinya ada sikap sama yang kita ambil dalam konteks ber-sepakbola. Dengan latar belakang tersebut, maka lebih baik kita lanjutkan pelaksanaan event terbesar sepakbola kelompok umur 20 Tahun ini dengan memberikan ijin Israel bertanding. Kita lihat Timnas Israel sebagai manusia bukan sebagai Negara.

Indonesia tidak perlu panik dengan kedatangan timnas Israel. Cukup memberikan keamanan super VVIP agar dunia tahu dengan “musuh” pun Indonesia memberikan keamanan. Biarkan mereka bertanding dengan drawing menghindari bertemunya Timnas Indonesia dengan Timnas Israel di fase awal. Seandainya pun akhirnya bertemu timnas Indonesia bisa bertanding menggunakan jersey khusus bernuansa Palestina untuk menyampaikan pesan kepada seluruh Dunia bahwa diluar sana banyak anak mati, perempuan mati, rakyat tak berdosa mati akibat perang Israel dan Palestina. Ingat, sepakbola tidak sekedar pertandingan tapi ada pesan yang disampaikan. PSSI maupun pemerintah tinggal menyiapkan narasi yang sesuai untuk melewan Israel secara ellegant melalui event ini.

Apakah dengan gagalnya Tim Israel bertanding di Indonesia akan memperbaiki hubungan Israel dan Palestina? Tidak juga. Kita akan kalah banyak hal jika kita gagal menyelenggarakan event ini. Jika kita melihat sikap FIFA pernah menghukum suporter yang menyuarakan dukungan ke Palestina namun berbeda sikap jika suporter menyuarakan dukungan ke Ukraina. Ini adalah soal strategi berpolitik dalam sepakbola. Lihat nasib Rusia mereka dihukum FIFA karena perang dengan Ukraina. ini jelas sikap berbeda dengan Israel yang sampai sekarang "aman". Jangan terlalu polos memainkan sepakbola profesional. Anggap sepakbola adalah cara bermanusia dalam memainkan bola. Pesan tinggal kita atur dan sesuaikan.

Semoga event ini sesuai rencana. Mari kita sambut Tim Israel sebagai manusia. Benci cara mereka berpolitik, benci cara mereka bernegara.

Selesai.

source: Google


Comments

Popular posts from this blog

"molimo"

Buka Mata , Buka Telinga

Apa arti nama dalam selembar amplop?