Pesan Ramadan

Sejenak kita menepi dari hiruk pikuk lebaran yang memang sudah berlalu. Segala macam kegiatan lebaran hampir semua sudah kita lalui. Dari hal religius berupa kewajiban beribadah sampai pernak perniknya, entah cerita soal mudik, soal romantika bertemu saudara jauh, dan lain sebagainya.

Lantas, setelah momentum ini berlalu apa yang kita dapatkan?
Mudik sudah kita lakukan, silaturahmi sudah kita lalui, ibadah dari puasa, tarawih, qiroah, shodaqoh sampai zakat sudah kita tunaikan. Apa yang tertinggal dari semua itu?
Kita akan memiliki berbagai perspektif untuk menjawabnya. Tapi untuk membantu menjawab perspektif mana yang akan kita pakai, kita bisa membuat pertanyaan baru untuk diri kita masing-masing "apakah sesuatu yang paling berharga yang hilang selepas lebaran ini berlalu?".
Dari beberapa narasumber yang saya tanyakan jawabannya adalah uang thr habis, keseruan berkumpul dengan keluarga, kekhusyukan beribadah, dan war takjil.
Oke, dari jawaban di atas saya simpulkan ada dua perspektif yakni esensial lebaran dan pernak-pernik lebaran.
Esensial lebaran adalah keyakinan lebaran itu untuk apa?. Jawabannya adalah QS Al-Baqarah:183 yang menerangkan tujuan lebaran (ibadah puasa) ini untuk meningkatkan ketaqwaan melalui kekhusyukan ibadah yang akan berkorelasi ke cara bersosial, cara bermuamalah, dll yang berhubungan tugas sebagai seorang hamba untuk melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-nya.
Tanpa mengesampingkan pernak-pernik lebaran yang telah saya sebutkan di atas, inilah poin paling krusial yang harus menjadi catatan pasca lebaran ini.
Lantas apakah kita sudah sesuai seperti disebut dalam QS Al-Baqarah:183 tadi?
Sambil bersila dan pegang HP untuk mengetik, saya terharu dan merinding menjawab pertanyaan ini. Kalau saya jawab iya, kok rasanya belum pantas. Tapi kalau saya jawab tidak, kok ya sangat merugi.
Tapi cara bodon paling mudah tentunya pakai kalkulasi awam, bahwa kita jangan sampai merugi. Termasuk dalam konteks melewati lebaran sekaligus bulan ramadan tahun ini.
Dilatar belakangi hal tersebut saya sepakat dengan jawaban bahwa kehilangan terbesar pada lebaran ini adalah kekhusyukan beribadah. Inilah salah satu indikasi taqwa, bahwa level kehambaan kita meningkat dihadapan Allah SWT. Dan tugas kita setelah ini bagaimana menjaga momentum pasca lebaran untuk beribadah minimal sama baiknya. Ibarat training center yang sudah kita jalani selama satu bulan penuh kemarin fungsinya adalah bertempur dengan 12 bulan selanjutnya. Bertempur rasa malas beribadah, bertempur rasa malas berbuat baik, bertempur keengganan bersodaqoh, sampai level paling tinggi bertempur dengan hawa nafsu yang akan mempengaruhi cara berinteraksi sebagai sesama manusia.
Barangkali ini pesan esensial bulan ramadan dan lebaran yang sudah kita lalui.
Semoga tiap lebaran yang sudah berulang kita lalui bisa menjadikan kita hamba yang lebih baik untuk menjemput akhir hayat. Aamiin.
Terus bagaimana jawaban yang lain tadi, bahwa hal terbesar yang dirasakan hilang pasca lebaran adalah uang thr habis, keseruan berkumpul dengan keluarga, dan war takjil. Itu semua tidak salah. Karena faktanya uang THR saya habis, berkumpul dengan keluarga melalui halal bihalal dan sebagainya sangat menyenangkan, apalagi ketika berburu takjil di berbagai tempat. Hehe...
Itu semua tidak salah, tapi jangan sampai salah fokus, ya.
Akhirnya, di bulan syawal ini kebaikan bulan ramadan bisa kita lengkapi dengan puasa enam hari. Bisa kita gunakan kesempatan emas tersebut menggapai ridho Allah SWT.
Atau kita jauh menatap bulan ramadan tahun depan dengan persiapan dari sekarang. Anggap saja 11 bulan adalah waktu mempersiapka antara ramadan di tahun berikutnya. Seandainya usia kita tidak sampai sana, Allah SWT sudah mencatat kita mati dalam keadaan menunggu bulan ramadan untuk menggapai keridhoan Allah SWT.

Selesai, Wallahua'lam Bishawab.



Comments

Popular posts from this blog

"molimo"

Buka Mata , Buka Telinga

Apa arti nama dalam selembar amplop?