Berdamai dengan Kondisi ini


Bulan Ramadan tahun ini kita terpaksa menjalani dengan kondisi yang tak biasa. Bulan istimewa bagi umat Islam ini harus dijalani ditengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum reda. Kegiatan keagamaan seperti buka bersama, kajian ilmu, membaca Alqur'an bersama, tarawih bersama, hingga berdiam diri di Masjid (iktikaf) harus ditinggalkan.
Budaya dan kebiasaan di bulan Ramadan seperti ngabuburit dan mudik juga harus diindahkan demi memutus mata rantai penularan virus.
Kondisi ini memang bencana besar. Pemerintah sudah menetapkan sebagai bencana Nasional. Kondisi yang juga dirasakan di berbagai belahan Dunia. Pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan. Diantaranya himbauan tetap dirumah, himbauan menjaga jarak, himbauan memakai masker, pembatasan sosial berskala besar, melarang mudik, dan sebagainya.
Nyatanya semua itu belum cukup untuk mengatasi bencana ini.

Kini...

Masyarakat mulai jenuh. Masyarakat mulai mengenal "New Normal" untuk berdamai dengan situasi ini.
Aktivitas masyarakat secara perlahan mulai normal. Hanya saja semua itu harus diiringi dengan meningkatnya standar kesehatan masing-masing individu agar virus ini tidak menyebar.
Saat ini pilihan memang serba sulit. Semestinya jalan satu-satunya mencegah penyebaran virus ini ya, dengan disiplin mengisolasi diri di rumah dan membatasi aktivitas sosial.
Tapi, selain kejenuhan, faktor ekonomi lah yang membuat kita harus tetap beraktivitas.
Krisis kesehatan tersebut sekarang merembet ke krisis ekonomi. Banyak PHK, banyak pengusaha kecil kehilangan pelanggan, UMKM makin terjepit, sektor non formal kehilangan pekerjaan, dan lain sebagainya.
Saya berharap, krisis ini tidak berlanjut pada krisis sosial.
Diantara pilihan sulit dan ambigu nya kebijakan Pemerintah menangani kondisi ini, dikhawatirkan menimbulkan persepsi dan daya tangkap yang berbeda di masyarakat. Kita tahu masyarakat kita sangat majemuk. Apalagi era media sosial seperti sekarang. Membuat segala gesekan di masyarakat makin terasa.
Kebijakan pemerintah terbaru dengan berdamai dengan virus ini, nyatanya menimbulkan reaksi berbeda dari tenaga medis. Mereka menyuarakan tagar Indonesia terserah sebagai bentuk kekhawatiran akan kebijakan ini yang akan kembali rentan menularkan virus apabila kegiatan sosial dilonggarkan.
Selain itu, sekarang mall-mall mulai ramai yang bertepatan dengan aktivitas belanja masyarakat menyambut lebaran. Hal tersebut harus berbenturan dengan dilarangnya aktivitas ibadah di tempat ibadah secara ramai. Akhirnya, masyarakat mulai membanding-bandingkan dua hal tersebut. Dan ramailah di media sosial.
Tulisan ini tidak mengajak untuk berdamai dengan virus. Saya takut melukai perasaan Dokter dan tenaga medis yang berjibaku langsung. Tapi mengajak kita berdamai dengan kondisi ini. Kita melihat kondisi ini secara luas agar tidak menimbulkan efek krisis sosial yang fatal.
Saya mengajak kita saling menghargai antar sesama. Jika ada saudara kita yang nekat belanja di mall, nekat ke tempat ibadah, nekat mudik/pulang kampung, nekat ke tempat-tempat ramai tidak perlu kita menghujat atau nyinyir terhadap mereka. Cukup kita ingatkan agar selalu waspada dan meningkatkan standar kesehatan.
Saya juga sangat menghargai bagi saudara-saudara yang disiplin atas himbauan pemerintah untuk tetap di rumah dan mengisolasi diri.
Apabila saling menghargai ini ada dalam setiap mindset kita, insyaallah kita akan berhasil melalui masa sulit ini. Kehidupan ber-media sosial kita pun akan lebih santun dan indah.
Untuk para dokter dan tenaga medis semoga tetap Istiqomah menjalankan peran nya sebaik mungkin dan motivasi tetap terjaga.
Berdamai dengan kondisi ini adalah kondisi dimana kita memaksa untuk menghargai sesama dan menerima keadaan dengan segala hikmah nya sekaligus bertindak dan bersikap secara proporsional.

Selesai.

Comments

Popular posts from this blog

"molimo"

Buka Mata , Buka Telinga

Apa arti nama dalam selembar amplop?