Alhamdulillah, Saya melamarnya
Hari sabtu tanggal 4 Januari 2014
atau 4.1.14 menjadi salah satu hari bersejarah bagi kehidupan saya. Pada hari
tersebut saya mengajak orang tua untuk melamarkan seorang wanita yang sudah
saya tentukan dan tentunya saya cintai. Tepat pada hari tersebut sekitar pukul 19.46
WIB lamaran saya diterima pihak keluarga pasangan saya.
Dari seluruh proses hidup yang akan
saya lalui, ini merupakan babak baru dalam kehidupan pribadi saya dengan tugas
yang tentu saja akan baru, yaitu menjadi SUAMI. Semua orang akan melalui proses
ini, proses yang akan mendewasakan individu sekaligus menjadi penanda bahwa
seseorang sudah bisa dikatakan dewasa. Keberanian saya untuk melamar seorang
wanita tentu saja melalui proses dan kemantapan dalam mempertimbangkan
keputusan ini.
sebelum saya mengambil keputusan ini,
saya mengalami banyak sekali pembelajaran dalam hidup yang saya artikan sebagai
modal dalam mengarungi rumah tangga kelak. Sebelum saya menentukan satu wanita
yang saya lamar, saya telah mengenal banyak wanita melaui pergaulan saya. Dari wanita-wanita
tersebuat akhirnya hati saya tertambat pada salah satu teman sekolah saya di
masa Taman Kanak-kanak, yaitu Elliyina. Saya menyadari memilih pasangan
merupakan indikator utama keberhasilan berumah tangga. Selain itu saya
mempertimbangkan aspek mental diri saya sendiri. Saya terlahir, tumbuh besar
dan terdidik dari hasil rumah tangga orangtua saya. Setidaknya dari sinilah
saya belajar tentang “cara” berumah tangga. Selain dari internal keluarga saya
sendiri, saya melihat dari rumah tangga orang lain entah saudara atau
teman-teman saya sendiri yang telah berumah tangga. Setelah saya rasa saya
cukup belajar dari rumah tangga orang lain dan mengenal kepribadian pasangan
saya akhirnya dengan pertimbangan yang matang dan saran dari beberapa orang
terdekat dalam kehidupan saya, saya melangkah untuk melamar pasangan saya.
Dukungan dan masukan dari orang-orang sekitar sayalah yang menguatkan mental saya
untuk mengambil keputusan ini.
Barangkali terkesan berlebihan apa
yang saya sampaikan, tapi memang beginilah proses yang saya lalui. Saya tidak
mau keputusan besar ini hanya meniru, hanya faktor usia kemudian terburu-buru, hanya
malu di dahului teman, ataupun hanya takut dicap masyarakat yang tidak-tidak. Menurut
saya keputusan seorang laki-laki untuk mencintai kemudian melamar dilanjutkan
menikah dan berumah tangga adalah sebuah prestasi dalam kehidupannya. Karena dalam
pandangan saya keluarga merupakan pondasi yang sangat dasar dalam upaya
melahirkan generasi berkualitas. Bagaimana generasi akan berkualitas apabila
rumah tangga terjalin dengan asal-asalan?.
Seperti halnya pasangan lain, saya
merasa bahagia dan bersyukur bisa segera menikah. Tapi bagi saya ada hal yang
tidak kalah penting setelah bersyukur dan bahagia. Hal tersebut adalah persiapan
menghadapi perjalanan berumah tangga. Dari apa yang saya lihat dari keluarga
internal saya sendiri ataupun keluarga orang lain saya menyimpulkan bahwa
kehidupan rumah tangga tidaklah semudah saat kita jatuh cinta. Butuh perjuangan
dan kematangan berpikir maupun bersikap dalam mengarungi kehidupan berumah
tangga. Satu lagi yang memantapkan hati saya dan menghilangkan semua keraguan adalah
langkah ini bernilai ibadah yang akan menyempurnakan separuh dari komitmen saya
untuk beragama ISLAM.
Setelah saya memilih Elliyina
sebagai calon istri, setelah saya yakin saya mampu berumah tangga dengan cara
yang benar, dan setelah saya yakin ini semua saya niatkan ibadah, DILANDASI
RASA SYUKUR DAN MENGUCAP BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM… DENGAN INI PERJALANAN SAYA MENUJU KELUARGA
SAKINNAH, MAWADDAH, WARRAHMAH DIMULAI!
Comments